Scroll Ke bawah untuk melanjutkan

Semua Orang Sama di Depan Hukum

KUPANG, FLOBAMORA-SPOT.COM – Pengamat Hukum Universitas Widya Mandira (Unwira) Kupang, Mikhael Feka, ketika dihubungi media ini, Jumat (12/2/21 menjelaskan, dalam penegakan supremasi hukum, semua orang bersamaan kedudukannya dalam hukum.

 

“Jadi mau orang kuat, orang setengah kuat, orang lemah itu sama di hadapan hukum. Jadi kita minta semua orang harus koperatif dalam penegakan hukum. Apalagi kasus yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi yang merupakan kejahatan luar biasa. Penanganannya juga harus luar biasa,” ujarnya.

 

Penilaian Mikhael ditujukan kepada Oknum “orang kuat” di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) yang melindungi Willy Sonbay, terpidana kasus korupsi pekerjaan jalan Kefamenanu-Nunpo yang saat ini masuk Daftar Pencarian Orang (DPO).

 

“Siapa yang dengan sengaja menyembunyikan terpidana kasus korupsi yang DPO bisa dipidana. Ancaman pidana terbuka lebar bagi oknum yang dengan sengaja menyembunyikan terpidana yang DPO. Dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi itu mengatur tentang dua hal. Pertama, tindak pidana korupsi dan kedua mengatur juga tentang tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi”.

 

Menurutnya, eksekusi bagi terpidana kasus korupsi merupakan bagian dari penegakan hukum. Karena merupakan bagian dari penegakan hukum maka menyembunyikan terpidana kasus korupsi itu, masuk dalam tindak pidana lain yang berhubungan dengan kasus korupsi tersebut yakni menghalang-halangi proses penegakan hukum.

 

Dikutip dari halamansembilan.com, Direktur Lakmas TTU, Viktor Manbait mengemukakan tiga fakta tentang keberadaan Willy Sonbay, DPO kasus korupsi yang saat ini berkeliaran bebas.

 

Fakta pertama, pada tanggal 7 Desember 2020, Willy Sonbay, terlihat oleh banyak orang sedang ‘mengawal’ Bupati TTU, Raymundus Sau Fernandes, S.Pt dalam peristiwa kerusuhan antar massa pendukung paslon tertentu di Desa Oelneke, Kecamatan Musi.

 

Dalam peristiwa ini, Bupati TTU diduga menganiaya Margorius Bana, salah satu warga pendukung paslon tertentu. Willy Sonbay terlihat melerai massa yang bertikai. Kasus penganiayaan ini akhirnya diadukan ke Polres TTU untuk diproses hukum.

 

Fakta kedua, Willy Sonbay, diajukan Bupati TTU sebagai salah satu saksi meringankan dalam kasus penganiayaan tanggal 7 Desember 2020 lalu. Dan Willy Sonbay bersama rekannya Tus Tokan mendatangi Markas Polres TTU, 3 Februari 2021 lalu untuk dikonfrontir dengan saksi-saksi korban penganiayaan.

 

Kedatangan Willy Sonbay ke Markas Polres TTU disaksikan banyak polisi. Bahkan korban Margorius Bana dan saksi-saksi dipertemukan dalam satu ruangan.

 

Untuk diketahui, putusan kasasi Mahkamah Agung RI Nomor 2885K/PID.SUS/2017, tanggal 27 Maret 2017 atas perkara tindak pidana korupsi jalan perbatasan Kefamenanu-Nunpo menyatakan terdakwa Willy Sonbay telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana Dakwaan Primair.

 

Dalam putusan ini, MA menjatuhkan pidana penjara terhadap Willy Sonbay selama empat tahun dan denda sebesar Rp 100.000.000 dengan ketentuan apabila denda itu tidak dibayarkan maka akan digantikan dengan pidana kurungan selama enam bulan.

 

Namun setelah putusan MA ini inkrah, jaksa tidak dapat mengeksekusi Willy Sonbay dan rekannya Frederikus Lopez karena keduanya tidak diketahui keberadaannya.

 

Diberitakan sebelumnya, Pengamat Hukum Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira) Kupang, Mikhael Feka, SH.MH, menegaskan bahwa tidak ada alasan hukum bagi aparat Kejaksaan Negeri (Kejari) Timor Tengah Utara (TTU) untuk tidak menangkap Willy Sonbay, terpidana kasus korupsi pembangunan jalan Kefamenanu-Nunpo yang saat ini berkeliaran bebas di wilayah TTU.

 

“”Harusnya bertemu langsung tangkap. Tidak boleh ribet-ribet. Karena yang bersangkutan (Willy Sonbay) sudah masuk DPO”. Putusan kasasi MA itu sudah inkrah. Langkah penangkapan dan eksekusi itu adalah pelaksanaan putusan kasasi MA yang sudah inkrah itu.”

 

Menurut praktisi hukum ini, sikap aparat Kejari TTU yang membiarkan terpidana DPO kasus korupsi berkeliaran bebas merupakan preseden buruk bagi penegakan hukum di Indonesia, lebih khsus wilayah TTU.

 

Seharunya Kejari TTU melakukan koordinasi dengan berbagai pihak di TTU, seperti Pemerintah Kabupaten TTU, Polres TTU, pihak Imigrasi dan lembaga lainnya agar Willy Sonbay segera ditangkap untuk dieksekusi sesuai putusan kasasi MA yang sudah inkrah.

Ketua Garda TTU Paulus B. MOdok

Sementara itu, Ketua Gerakan Rakyat Peduli Demokrasi dan Keadilan (Garda) TTU, Paulus B. Modok mengatakan, pihaknya sudah berulang kali mendatangi Kejari TTU dan meminta agar Willy Sonbay harus segera ditangkap.

 

Menurut Paulus, dalam kasus korupsi pembangunan jalan tersebut, ada dua terpidana yang saat ini masih DPO yakni Willy Sonbay dan satu terpidana lainnya yang juga ditetapkan sebagai DPO yakni Frederikus Lopez. Kedua terpidana tersebut sama-sama mendapat putusan kasasi MA yang inkrah.

 

Namun sampai saat ini, Kejari TTU belum juga mengeksekusi putusan MA itu terhadap dua terpidana tersebut dengan alasan dua terpidana itu melarikan diri dan dimasukan dalam DPO.

 

Ternyata, lanjut Paulus, Willy Sonbay saat ini berkeliaran bebas di TTU. Namun anehnya, Kejari TTU tidak berani menangkap Willy Sonbay.

 

“Sudah berulang kali kita datangi Kejari TTU dan meminta agar pihak Kejari TTU segera menangkap Willy Sonbay yang selama ini berkeliaran bebas. Kita minta supaya jaksa tangkap Willy Sonbay dan terpidana berinisial Frederikus Lopez yang sama-sama sudah mendapat putusan kasasi dari MA”, jelasnya.

 

Ia mengaku, pada Selasa (16/2/2021) yang akan datang, Garda TTU akan menemui Kajati TTU yang baru dan meminta agar segera menangkap Willy Sonbay dan Frederikus lopez serta segera mengeksekusi putusan kasasi MA atas kasus hukum yang menjerat kedua terpidana tersebut. (tim)

  • Bagikan