Scroll Ke bawah untuk melanjutkan

BALADA PENJUAL MIMPI

SO’E, FLOBAMORA-SPOT – Tahun politik itu masa yang sangat menjanjikan setiap orang yang punya peluang dan kesempatan untuk meraih posisi menjadi wakil rakyat. Namun yang menjadi pertanyaan adalah apakah setiap orang yang sudah menjual mimpi indah kepada konstituen saat kampanye mampu melaksanakan janji manis itu atau hanya sekedar mengajak konstituennya bermimpi? Mengejar mimpi dan meraihnya merupakan proses panjang dan menguras energi positif dan negatif sekaligus dan memberikan efek baik juga buruk bagi setiap orang. Saat janji politik yang sangat manis melebihi manisnya madu, lebih enak dari coklat, dan lebih nikmat dari nikmatnya kopi malam menemani obrolan.

 

Obralan janji Penjual mimpi ini sangat menyesakkan dan korban adalah konstituen yang menjadi pemilih hanya dengan sekali mencoblos namun kemudian menderita selama lima tahun.

 

Sejak reformasi digulirkan dan perubahan politik negeri ini sangat terbuka dan politik uang lebih mendominasi dalam setiap pemilu baik dari PILEG, PILPRES, PILGUB, dan juga PEMILUKADA. Cost politik sangat besar dari proses yang ada namun minim hasil yang didapatkan oleh para Pelaku dalam proses demokrasi di negeri ini.

 

Nah dalam kurun 25 tahun perjalanan reformasi, saat ini terjadi banyak ketimpangan dalam pengelolaan demokrasi di negeri ini yang bisa dikatakan ada kepincangan dalam mengatur roda demokrasi dalam negeri.

 

Ketika semua proses memerlukan cost yang besar maka dari hasil nanti para Petarung yang menang akan berfikir keras untuk mengembalikan modal dari proses politik yang sudah terjadi.

 

Bagi Petarung yang kalah dengan mengeluarkan cost yang lumayan maka mereka harus merelakan dengan ikhlas apa yang sudah dikeluarkan.

 

Rakyat adalah komoditas politik yang sangat empuk dan mudah terprovokasi untuk kepentingan politik para Penjual mimpi yang selalu obral janji manis.

 

Semua Petarung punya peluang untuk menang tapi hanya orang-orang terpilih dan memiliki nilai cost politik paling menjanjikan yang akan memenangkan pertarungan. Maka di sinilah semua politisi dan timses mulai mengajak konstituen untuk bermimpi dari jalan yang berlumpur akan jadi hotmiks, jembatan layang akan jadi jembatan yang berdiri kokoh, rumah ibadah yang sedang direnovasi atau dibangun akan jadi sasaran dan sampai menjajnjikan pendidikan gratis. Itu adalah sekelumit mimpi dari ribuan bahkan jutaan mimpi yang akan disebarkan denagn spanduk, baner, slayer dan juga baliho berukuran jumbo.

 

Semua persoalan tersebut diatur dalam APBN dan juga APBD merupakan hasil pembahasan yang harus dijalankan oleh pemerintah baik pusat maupun daerah, jadi para politisi jangan mempolitisir anggaran yang ada untuk janji politik pada rakyat demi mendapatkan kursi empuk yang membuatmu lupa diri akan setiap janji manis yang dijanjikan saat kampanye.

 

Berkatalah jujur akan memperjuangkan anggaran yang ada lebih ditingkatkan lagi demi meratanya pelayanan kepada masyarakat. Berbicara yang realistis demi kepentingan dan kemajuan bersama agar masyarakat memiliki empati yang tinggi dan semangat untuk berjuang bersama membangun politik yang bersih dari politik uang.

Masyarakat sering jadi alat untuk kepentingan para politisi dalam mengumpulkan pundi-pundi cuan demi kepentingan pribadi dan golongan dan hanya sedikit dari para politisi yang benar-benar mengabdikan dirinya kepada masyarakat.

 

Hal itu dapat dilihat dari masih tetap kokoh pada posisi semula hingga setiap periode Pemilu selalu saja terpilih dan punya catatan jadi anggota DPR ataupun DPRD yang dicintai rakyat.

 

Kebanyakan politisi hanya bertahan satu periode saja. Faktor yang mempengaruhi adalah tidak royal kepada konstituen tapi lebih banyak memperhatikan diri sendiri.

 

Nah mimpi yang dijanjikan kepada konstituen tidak terlaksana bahkan nol kaboak.

 

Dengan kondisi seperti ini masihkah masyarakat mau diajak bermimpi yang hanya jadi hiasan tidur bahkan bualan semata?

 

Jangan mudah percaya pada para politisi yang selalu memberikan janji-janji manis tanpa ada bukti nyata.

 

Dinamika politik membuat hubungan sosial kemasyarakatan semakin renggang dan berakibat pada kesenjangan dalam pilihan politik.

 

Ada pro dan kontra dalam pilihan calon yang berbeda antar sesama keluraga maupun masyarakat yang berbeda dengan dijanjikan mimpi yang berbeda juga. Dengan ini akan menimbulkan perseteruan antar sesama yang menimbulkan kerugian dalam bentuk material maupun non material bagi setiap elemen masyarakat.

 

Ketika janji politik saja membuat ketegangan antar sesama apalagi pada tataran pelaksanaan janji politik yang cenderung tebang pilih antara golongan saja bahkan pada keluarga sendiri.

 

Wajar para politisi banyak yang bertahan hanya satu periode saja.

 

Dari problem yang ada setidaknya ada beberapa solusi yang harus dilakukan oleh para politisi yang akan bertarung di pileg pada tahun 2024 mendatang yakni:
1. Hindari politik uang agar tercipta poltik yang bersih dari korupsi.

2. Membangun komunikasi politik yang berimbang antara politisi dan konstituen agar terbangun komitmen bersama mejaga pemilu yang JURDIL.

3. Memberikan pendidikan politik kepada konstituen terutama para timses untuk menghindari terjadinya janji politik yang tidak jujur.

4. Jangan pernah memberikan janji kepada konstituen akan setiap pembangunan yang sudah direncanakan dalam APBN maupun APBD secara pasti. Karena itu pembodohan dalam politik.

5. Hindari KKN dalam bentuk apapun untuk memberikan apalagi untuk kalangan sendiri.

 

6. Berpolitik yang wajar, berjanji jika itu mampu untuk dikerjakan dan bukan hanya mimpi apalagi bualan tanpa makna.

7. Bersikaplah sebagai politisi yang menjujung tinggi moralitas dalam menjaga martabat setiap partai politik yang mengusung dalam PILEG.
(Obe Atik, Caleg Demokrat).

  • Bagikan