Scroll Ke bawah untuk melanjutkan

Ketidakpatuhan Terhadap Hukum dan Demokrasi, Dalam Perspektif Howard Zinn

Petrus Tibo Moron

KUPANG, FLOBAMORA-SPOT – Lukman Santoso memberikan pengertian bahwa hukum adalah serangkaian norma dan aturan yang dibuat oleh pemerintah yang memiliki karakter mengikat dalam bentuk tertulis dan tidak tertulis, yang memiliki tujuan untuk mengatur manusia dalam menciptakan kedamaian dan kerukunan yang di dalamnya memuat sanksi.

 

Sementara Utrecht memberikan definisi, hukum adalah himpunan norma dan peraturan-peraturan yang berisi perintah dan larangan yang bertujuan untuk mengatur perilaku dan tata kelola masyarakat dan wajib ditaati oleh masyarakatnya (Lathif, 2017).

Sebagaimana diungkapkan oleh Utrecht bahwa hukum harus ditaati oleh masyarakat, maka tindakan pelanggaran terhadap hukum akan menimbulkan hukuman atau sanksi yang diberikan oleh pemerintah atau penguasa.

Oleh karena itulah hukum bersifat memaksa karena hukum memiliki sanksi yang jelas dan dilaksanakan oleh penguasa.

Mengenai pengertian dan pemaknaan terhadap hukum ada juga beberapa pendapat ahli hukum dengan berbagai analisis dan pengertian yang diberikan diantara-Nya;

 

( 1). S.M. Amin, mendefinisikan pengertian dan batasan hukum sebagai berikut: “kumpulan-kumpulan peraturan yang terdiri dari norma dan sanksi-sanksi itu disebut hukum dan tujuan hukum itu menciptakan ketertiban dalam pergaulan manusia, sehingga tercapainya kehidupan yang aman dan tenteram”.

2). J.C.T Simorangkir dan W. Sastropranoto, memberikan batasan pengertian hukum berikut ini “hukum merupakan norma yang bersifat memaksa, untuk mengatur manusia dalam masyarakat yang ditetapkan oleh penguasa, dan memiliki sanksi jika terjadi pelanggaran, dengan hukuman yang ditetapkan dalam hukum tersebut”.

 

Dalam praktik kehidupan, manusia dengan hukum dan masyarakat tidak bisa dipisahkan dan akan selalu berhubungan. Karena dengan adanya masyarakat maka hukum pun ada. Begitu pun sebaliknya adanya hukum maka masyarakat juga ada.

Hukum hakikatnya hadir untuk mengatur pergaulan hidup manusia. Karena dalam kehidupan sangat mungkin sekali terjadinya konflik kepentingan, yang dapat merusak tatanan masyarakat. Dan adanya hukum sebagai media untuk menyelesaikan persoalan konflik tersebut (Yohanes Suhardin, 2007).

 

Maka secara otomatis dan
Alamiah, bagian penting yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat adalah adanya peraturan atau hukum. Agar kehidupan bermasyarakat dapat berjalan, maka hukum adalah suatu hal pasti menjadi bagian dari masyarakat itu. Tanpa adanya hukum, maka masyarakat itu pun dapat dikatakan tidak ada. Karena, di mana ada kumpulan individu, maka di sana akan muncul hukum.

Konsep dasar bermasyarakat adalah hidup bersama atau berdampingan, maka apabila tidak ada hukum hak individu seseorang akan terancam oleh hak individu lainnya. Untuk mengatasi keadaan tersebut, maka harus ada suatu pranata yang mengatur tentang hak-hak dasar individu. Dalam uraian sebelumnya telah dibahas bahwa hukum adalah himpunan seperangkat norma-norma peraturan yang berisi perintah dan juga larangan yang berfungsi untuk mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat sehingga harus ditaati oleh masyarakat itu.

 

Rudolf Stammler sebagaimana dikutip oleh Fitrihatus Shalihah dalam Sosiologi Hukum (2017) memberikan penjabaran bahwa cita hukum adalah merupakan konstruksi pikiran yang berisi keharusan untuk mengarahkan hukum pada cita-cita yang diinginkan masyarakat dalam konteks berkehidupan bersama dalam masyarakat. Sebagaimana hubungan antara hukum dan masyarakat begitu erat, di mana ada masyarakat di sana ada hukum. Maka untuk menjamin keberlangsungan kehidupan masyarakat perlu adanya hukum yang berasal dari kesepakatan dari masyarakat itu sendiri.

 

Pelaksanaan penegakan hukum dalam masyarakat akan berkaitan langsung dengan budaya hukum, dan budaya hukum masyarakat akan berkaitan dengan kesadaran hukum masyarakat. Budaya hukum akan sangat dipengaruhi oleh kesadaran masyarakat yang tinggi akan hukum. Karena hukum dan masyarakat akan senantiasa seiring sejalan dalam mewujudkan cita hukum.

 

Walaupun demikian tetap saja celah efektifnya sebuah produk hukum akan menjadi bagian dari masyarakat itu sendiri. Adanya hukum juga mau melindungi hak-hak manusia yang sering kali di lencengkan oleh negara atau orang-orang tertentu. Hukum untuk melindungi hak misalnya hak asasi manusia (HAM), hak hidup, hak untuk berpendapat hak untuk dibela dan lain – lain. Hukum juga hadir untuk menuntut individu untuk memenuhi kewajibannya sebagai masyarakat.

 

HAK DAN KEWAJIBAN DALAM MASYARAKAT

Hak adalah sesuatu yang melekat dalam diri seseorang sejak ia lahir, dan tidak dapat dicabut dan diberikan oleh negara atau siapa pun. Ada dua fondasi dasar dari HAM yaitu:

(a). Konsep transental atau martabat manusia. (b). Sumber religius bahwa manusia adalah citra Allah.

 

Sedangkan kewajiban adalah tuntutan normatif dari suatu komunitas terhadap individu.

Adapun pengertian hak dan kewajiban menurut KBBI ialah sesuatu hal yang benar, milik, kewenangan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu (karena ditentukan dalam undang-undang, peraturan, dsb), kekuasaan pada sesuatu atau untuk menuntut sesuatu, derajat maupun martabat.

 

Sedangkan kewajiban berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) merupakan sesuatu yang harus dilaksanakan oleh orang atau seseorang, dan merupakan keharusan yang bersifat memaksa untuk dilaksanakan.

Sebagaimana logika sesat di atas memiliki konteks historisnya, Ketidakpatuhan dan Demokrasi dimunculkan Zinn ketika pembangkangan sipil meluas di Amerika pada tahun 1960-an.

 

Saat itu, ramai-ramai Pejabat negara, hakim-hakim, hingga media massa mengecamnya.

Diskriminasi sosial yang terjadi secara sistematik mendapat perlawanan dari warga kulit hitam. Gerakan ini juga disebut sebagai politik identitas dimana kaum kulit hitam memperjuangkan hak-hak mereka supaya bisa mendapat pengakuan kesetaraan derajat dengan kaum kulit putih, pembangkangan sipil terus terjadi secara terorganisir dari waktu ke waktu.

 

Tujuan dari berbagai aksi yang ada justru dipuji karena orientasinya pada perubahan sosial. Sedikit banyak warga Amerika menginginkan aturan segregasi sosial yang menciptakan jurang lebar antar ras dihancurkan. Secara simultan, justru mereka juga yang mengutuk aksi protes melalui pendudukan kampus-kampus oleh pelajar, pemblokiran jalan.

 

Fenomena kontradiktif itu muncul dari anggapan umum bahwa aturan hukum tidak boleh dilanggar, keharusan protes-protes sosial berada di jalur konstitusional, hingga anggapan bahwa pembangkangan sipil yang harus nir-kekerasan.

 

KONSEP DEMOKRASI

Konsepsi demokrasi selalu menempatkan rakyat pada posisi yang sangat strategis dalam sistem ketatanegaraan, walaupun pada tataran implementasinya terjadi perbedaan antara negara yang satu dengan negara yang lain. Karena berbagai variasi implementasi demokrasi tersebut, maka di dalam literatur kenegaraan dikenal beberapa istilah demokrasi yaitu demokrasi konstitusional, demokrasi parlementer, demokrasi terpimpin, demokrasi Pancasila, demokrasi rakyat, demokrasi Soviet, demokrasi nasional, dan lain sebagainya.

Ada tiga konsep demokrasi. Yang pertama, menurut, asal kata berarti “rakyat berkuasa” atau government or rule by the people (kata Yunani Demos berarti rakyat, kratos/ kratein berarti kekuasaan/berkuasa).

 

Kedua, demokrasi dalam arti formal yaitu, demokrasi sebagai suatu sistem pemerintahan atau sistem politik di mana kedaulatan rakyat itu tidak dilaksanakan sendiri oleh rakyat (seperti zaman Yunani kuno…), tetapi melalui wakil-wakil yang dipilihnya di lembaga perwakilan.

 

Sistem Politik/Pemerintahan yang demokratis ialah di mana kebijaksanaan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebijaksanaan politik.

Demokrasi perwakilan (Representative Democracy) menjadi pilihan untuk menentukan wakil-wakil rakyat dengan tujuan untuk menghasilkan wakil-wakil rakyat yang diharapkan dapat mewakili rakyat untuk melakukan deliberasi (pelibatan rakyat) politik yang jujur dan terpercaya.

 

Rumusan ini searah dengan Pasal 21 ayat (3) Pernyataan umum Hak-hak Asasi Manusia, menunjukkan : Kehendak rakyat adalah dasar kekuasaan pemerintah, kehendak itu akan dilahirkan dalam pemilihan-pemilihan berkala dan jujur yang dilakukan dalam pemilihan yang umum dan kesamaan atas pungutan suara yang rahasia atau dengan cara pungutan suara bebas yang sederajat dengan itu.

 

Ketiga, demokrasi dalam arti material dapat disebut sebagai demokrasi sebagai azas, yang dipengaruhi oleh kultur, historis suatu bangsa sehingga dikenal demokrasi konstitusional, demokrasi rakyat dan demokrasi Pancasila.

Artinya pengertian demokrasi dalam arti material sebagai cara biasa ditempuh oleh anggota-anggota lembaga perwakilan untuk memutuskan masalah-masalah atau persoalan yang dihadapi lembaga tersebut, yang umumnya berdampak luas bagi masyarakat negara yang bersangkutan.

Ada negara di mana lembaga perwakilannya menempuh cara yang langsung memutuskan dengan suara terbanyak. Cara ini lahir dari pandangan bahwa suara yang terbanyak itu adalah suara rakyat, dan suara rakyat itu adalah suara yang benar.

Ada negara yang lembaga perwakilannya mengambil keputusan hanya sebagai formalitas belaka dalam arti seluruh anggota tinggal menyetujui saja karena keputusan sudah diambil oleh Pejabat/lembaga yang lain.

 

Sementara itu, Sidney Hook memberikan definisi tentang demokrasi sebagai bentuk pemerintahan di mana keputusan-keputusan pemerintah yang penting atau arah kebijakan di balik keputusan secara langsung didasarkan pada keputusan mayoritas yang diberikan secara bebas dari rakyat dewasa.

Hal ini berarti bahwa pada tingkat terakhir rakyat memberikan ketentuan dalam masalah-masalah pokok mengenai kehidupan mereka, termasuk dalam menilai kebijaksanaan negara yang turut menentukan kehidupan mereka tersebut.

 

APA YANG MENJADI BATASAN DALAM PEMBANGKANGAN SIPIL

Dalam ketidakpatuhan dan demokrasi, Zinn mendefinisikan civil disobedience sebagai kesengajaan melanggar hukum untuk tujuan sosial yang begitu penting.

Definisi ini membawa konsekuensi atas posisi yang perlu diambil terhadap aturan immoral hingga aturan yang tidak bermasalah sekalipun.

 

Pertimbangan pragmatisnya satu dan kiranya menunjukkan arti penting dari tujuan dibuatnya aturan hukum itu sendiri: tujuan sosial yang begitu penting.

Definisi yang diajukan di atas juga menolak anggapan bahwa pembangkangan sipil harus dibatasi pada aturan hukum yang menjadi sasaran protes.

 

Ketika kaum kulit hitam memprotes kebijakan segregasi di Amerika Serikat, mereka hanya dianggap boleh untuk melanggar aturan segregasi, bukan aturan selainnya.

 

Aturan pelarangan demonstrasi di dekat Capitol tak boleh dilanggar sehingga pendirian tenda-tenda oleh Kampanye Rakyat Miskin pada tahun 1968 tak dapat dibenarkan.

 

Sekiranya penolakan ini perlu di-highlight dan Pembaca refleksikan dengan pembangkangan sipil yang terjadi di Indonesia. Sebutlah, terdapat seorang anak yang ditabrak lari di suatu jalanan yang tidak memiliki lampu lalu lintas. Ibu dari anak tersebut kemudian memblokir jalanan untuk mendorong pemerintah memasang lampu lalu lintas agar tidak terjadi kecelakaan lagi.

Menurut anggapan umum, pemblokiran jalan tersebut tidak dapat dibenarkan karena melanggar aturan hukum yang sudah baik. Juga seperti aturan yang sedang melanda NTT sekarang dengan peraturan yang sedang di buat oleh Gubernur kita sekarang, yang memaksa setip tingkat pendidikan menjalankan KBM mulai dari jam lima pagi.

 

Ketidakpatuhan dan Demokrasi menolak anggapan semacam itu.

Zinn mengajak kita untuk berpikir tentang suatu nilai atau prinsip yang lebih penting dari sekadar mematuhi aturan hukum.

Zinn mempertanyakan tentang mana yang lebih penting antara nyawa anak-anak yang terancam bahaya di jalanan dengan pelanggaran ibu-ibu yang memblokir jalanan?

 

Kita tak seharusnya menyerahkan nilai-nilai kemanusiaan secara total pada “aturan hukum”.

 

Sebab, tak ada akal sehat yang mau menerima jika nilai yang lebih tinggi (perlindungan kehidupan) harus tunduk pada aturan.

Hal ini mengarahkan kita untuk menimbang setiap aturan hukum dengan prinsip atau nilai yang menjadi hukum dapat dipatuhi.

Menurut Zinn, perlu ada batasan baku dalam mempertimbangkan derajat kekerasan. Tidak serta merta semua bentuk kekerasan dapat dipertimbangkan dalam protes pembangkangan sipil.

 

Ketidakpatuhan dan Demokrasi mengajak kita untuk mempertimbangkan perbedaan antara kekerasan terhadap rakyat yang dilakukan kelas Penguasa dengan kekerasan terhadap benda-benda.

 

Sebagai contoh perbandingan dari Penulis, dari Pejabat negara hingga masyarakat biasa, kerap mencampuradukkan yang mengancam nyawa berbagai makhluk hidup (tak terbatas pada manusia).

 

HUBUNGAN NEGARA HUKUM DAN DEMOKRASI

Hubungan Negara Hukum dan Demokrasi Secara teoritis demokrasi adalah suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.

 

Jika dikaitkan dengan praktek ketatanegaraan meskipun sebuah negara mengklaim dirinya adalah negara demokrasi tetapi dalam banyak hal negara itu sesungguhnya mengabaikan banyak azas-azas dan prinsip demokrasi.

Istilah demokrasi berasal dari bahasa Latin “demos” yang berarti rakyat, “cratein” yang berarti pemerintah.

 

Dengan demikian, demokrasi berarti pemerintahan rakyat. Namun dalam dunia moderen, pengertian demokrasi lebih ditekankan makna bahwa kekuasaan urusan-urusan politik ada di tangan rakyat.

 

Demokrasi mempunyai citra yang baik, karena merupakan landasan kehidupan bernegara dengan memberikan pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia sepenuhnya, semua pihak saling menjunjung tinggi hukum, ada persamaan hak dan kewajiban bagi semua orang warga negara terhadap kebebasan berpolitik, berserikat, mengeluarkan pendapat, baik tertulis maupun lisan. Mendirikan serta masuk menjadi anggota partai politik, tidak diberikan pembatasan-pembatasan adanya kebebasan memilih dan memeluk agama atau kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa, serta menjalankan ibadah menurut kepercayaannya masing-masing tanpa adanya paksaan dari pihak Penguasa ataupun golongan lain.

 

Demokrasi sebagai dasar hukum bernegara ini terdapat dalam pasal 1 ayat (2) kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-undang Dasar 1945.

Hal ini merupakan wujud pelaksaan kedaulatan rakyat yang menjalankan pemerintahan suatu negara.

 

Demokrasi mempunyai arti penting bagi masyarakat yang menggunakannya sebab dengan demokrasi hak rakyat untuk menentukan sendiri jalannya pemerintahan dapat terjamin. Demokrasi dan negara hukum adalah dua konsepsi yang saling berkaitan yang satu sama lainnya tidak dapat dipisahkan.

 

Partisipasi secara langsung sangat dibutuhkan karena mekanisme perwakilan di parlemen tidak selalu dapat diandalkan sebagai satu-satunya saluran aspirasi rakyat.

 

Oleh karena itu, negara hukum itu harus ditopang dengan sistem demokrasi karena terdapat korelasi yang jelas antara negara hukum yang bertumpu pada konstitusi, dengan kedaulatan rakyat yang dijalankan melalui sistem demokrasi.

Dalam sistem demokrasi partisipasi rakyat merupakan esensi dari sistem ini. Akan tetapi, demokrasi tanpa pengaturan hukum akan kehilangan bentuk dan arah, sementara hukum tanpa demokrasi akan kehilangan makna.

Dengan demikian filsafat hukum menjadi bagian penting dalam pembangunan hukum dan menjadi dasar acuan bagi perkembangan suatu bangsa.

 

Sudah merupakan sebuah keharusan negara untuk mengupayakan terwujudnya keadilan sebagai cita hukum. Apakah hukum yang dijalankan sudah sesuai dengan apa yang diharapkan masyarakat dan apakah sesuai dengan hukum Tuhan, dengan azas kemanusiaan, kebaikan etis dalam hukum, dan dasar filosofis hukum.(Notonagoro, 1948: 81).

 

Dalam masyarakat mana pun berharap hadirnya hukum bermanfaat memberikan rasa nyaman, bukan sebaliknya.

 

Hukum diharapkan bisa melindungi hak dan kewajiban individu dalam masyarakat. Dengan demikian tujuan utama hukum dalam menciptakan kedamaian, keadilan, kepastian, kebenaran dan ketenteraman bisa tercapai.

Filsafat hukum memberikan tekanan kajian pada hukum dari aspek filosofisnya hukum sebagai sebuah sistem berpikir dengan berorientasi pada analisis yang mendalam untuk setiap problematika hukum.

 

Hukum sebagai sebuah kristalisasi dari nilai-nilai dan norma-norma yang berkembang dalam masyarakat tentu sangat dinamis. Maka idealitas hukum sebagai bagian dari upaya mewujudkan cita hukum. Realitas sosial berkembang pesat sehingga penting dilakukan penyesuaian terhadap setiap perkembangan tersebut dari aspek hukum. Maka filsafat hukum secara ideal harus mampu melahirkan cakrawala yang komprehensif guna melahirkan konsep dan kaidah hukum filosofis.

 

Dengan demikian cakrawala yang komprehensif yang dimiliki melahirkan produk-produk hukum yang berkualitas dalam bentuk peraturan-peraturan perundang-undangan tertentu.

 

Kaidah hukum dapat dirumuskan sebagai pedoman, ketetapan, ketentuan normatif yang bersifat perintah untuk dapat ditaati dan tidak boleh terjadi pelanggaran terhadap hukum sehingga menuntut adanya sanksi.

Oleh : Petrus Tibu Moron

Mahasiswa Fakultas Filsafat Unwira

  • Bagikan