Scroll Ke bawah untuk melanjutkan

Wilson Liyanto:”Hutang Belum Lunas Karena Debitur Ambil lagi Kredit Longgar Tarik”

Komisaris utama Christofel Liyanto Direktur Utama, Wilson Liyanto Direktur Kredit Ricky Manafe, dan Kuasa Hukum Samuel David Adoe dan Bildad Thonak dalam ketrangan pers Kamis (16/9/21)

KUPANG, FLOBAMORA-SPOT.COM – “Tapi terkait debitur almarhum Wellem Dethan dan Mariantje Manafe ini memang kreditnya awalnya belum selesai, angka kreditnya nol sehingga kami belum mengeluarkan surat keterangan lunas dan pencabutan royal, karena setelah itu dia ada mengambil lagi  kredit longgar tarik itu, itulah  kemudahan-kemudahan perbankan yang kami sediakan dan jika nasabah ingin mengambil lagi kredit, maka perjanjian kreditnya hanya antara debitur dan kami. Dan ini untuk menjawab pertanyaan di beberapa media kalau hutang sudah lunas mengapa ahli waris yang harus membayarnya yakni karena debitur mengambil  lagi kredit longgar tarik sehingga hutangnya belum lunas. Kalau sudah lunas maka kami akan memberikan surat keterangan lunas dan pencabutan royal. Dan jika sudah lunas maka sertifikatnya sudah dikembalikan. Dan karena faktanya barang jaminan atau royal masih ada pada kami artinya hutang mereka belum lunas”, Demikian dijelaskan Direktur Utama Wilson Liyanto BPR Krista Jaya perdana kepada media di Kupang Kamis, (16/9/21).

Wilson Liyanto menjelaskan terkait jenis kredit yang diambil Wellem Dethan yaitu  kredit modal kerja yang terjadi antara debitur dan lishing  dengan menandatangani perjanjian kredit.

 

“Sudah ditentukan maksimalnya maksimal Rp. 450 juta dan dia (Almarhum) sudah menandatangani dan isteri juga menandatangani. Dan selama perjalanan kredit ini atas nama debitur hingga dari 2015 sampai 2016. Dalam jangka waktu itu ada pembayaran pokok sehingga mengurangi piutang. Di situ yang disebut longgar tarik. Misalnya, dia sudah bayar 300 juta otomatis sisa 150 juta. Tapikan plafonnya dia Rp. 450 juta otomatis selisihnya  bisa diambil dengan suaminya menandatangani slip-slip administrasi penarikan dana. Apabila  ada penambahan plafon lagi atau melebihi dari yang diperjanjikan atau yang sudah ditandatangani oleh suami isteri, maka ada perjanjian kredit baru lagi. Dan jadi pertanyaan lagi kenapa hutang dibebankan kepada isteri ? karena pada perjanjian kredit awal, debitur dan isteri sama-sama sepakat tidak menandatangani asuransi jiwa. Dan ada surat pernyataannya”, urainya.

 

Terkait pemberitaan di media, kenapa hutang sudah lunas kok masih ada Wilson menjelaskan, Dalam administrasi kredit perbankan ketika debitur sudah melunasi hutangnya maka bank akan mengeluarkan surat keterangan lunas. Atau jika ada jaminan seperti sertifikat yang dijaminkan, maka bank akan menerbitkan surat pencabutan royal. Itu bukti, bank telah mengakui debitur ini hutangnya sudah lunas.  Jadi surat keterangan lunas dan surat pencabutan royal secata sah  debitur sudah menyelesaikan kreditnya dengan bank.

 

Ia juga membuka fakta bahwa dalam proses kredit longgar tarik, Debitur dan isteri juga melakukan  penolakan asuransi jiwa yang dibuktikan dengan surat pernyataan penolakan asuransi diatas meteria. Dimana sejak awal disepakati oleh debitur dan ahli waris.

“Almarhum sama-sama tandatangani surat penolakan asuransi, yang menyatakan apabila debitur menolak asuransi jiwa maka secara sah hutang sepenuhnya ditanggungkan ke ahli waris. Dalam surat penolakan asuransi ada semua ketentuan itu”, Ujarnya.

Komisaris utama, Chris Liyanto menjelaskan garis besar masalah kredit yang melibatkan pihak BPE CJP dengan ahli waris debitur CJP Alm. Wellem Dethan.

 

“Masalah ini kita lihat sangat sederhana, tapi tidak mau diselesaikan secara baik malah kita yang digugat. Padahal kita sebagai BPR yang rugi, karena uang kita yang dipinjam.” Ujar Chris menegaskan.

 

Untuk meluruskan berita yang kemarin sudah di post bahwa BPR CJP membebankan hutang pada isteri alhm debitur padahal  hutang  sudah dibayar, maka Chris menjelaskan,

 

“Kami ingin mengungkapkan fakta-fakta hukum yang  kami dalam pengikatan akad kredit, maupun hak dan kewajiban dalam berperkara dan kemarin sudah ada putusan pengadilan dan dasar hulum serta opini yang berkembang atau pendapat-pendapat yang berkembang, sehingga masyarakat tidak salah paham tapi ngerti apa yang terjadi dibalik masalah ini dan seperti apa posisi kami dalam masalah ini.”

 

Chris Liyanto menjelaskan garis besar di sini bahwa telah terjadi perjanjian kredir antara BPR CJP dengan debitur Wellem Dethan awalnya dengan dana pinjaman sebanyak Rp.110.000.000 dengan dasar slip aksep Promis dan kwitansi pinjaman pada 8 April 2017 sebesar Rp.110.000.000 dab Rp200.000.000 pada 9 Juni 2017 dengan pengikatan objek jaminan berupa dua persil SHM tanah dan bangunan yakni sebidang tanah dan bangunan dengan SHM 166 (488m²) an Wellem Dethan dan sebidamg tanah dan bangunan dengan SHM no 48 (334m²) an Wellem Dethan di kelurahan Sikumana dengan ahli waris isteri sah debitur yakni Mariantje Manafe.

 

Lalu penarikan dana kredit tambahan adalah dengan sistem longgar tarik yaitu kemudahan sistem pinjaman kredit yang disediakan bank untuk mempermudah prosedur bagi debitur. Setelah penarikan dana 450 juta, debitur membayar lunas dan debitur menarik lagi dana 110 dan 200 juta dengan persetujuan isterinya dengan mengijinkan penandatanganan slip-slip oleh suaminya saja. Dan mereka berdua juga menolak asuransi jiwa. Lalu dalam perjalanan kredit longgar tarik Debitur meninggal 2018.

 

Dan setelah itu Mariantje Manafe isteri debitur menjadi ahli waris baik harta maupun hutang seperti tertuang dalam KUHPerdata 833 dengan bukti administrasi kredit berupa slip-slip dan kwitansi yang ditandatangani oleh debitur.

 

Namun, menurut Chris, Mariantje Manafe sebagai ahli waris menolak pembayaran hutang terkahir sebelum debitur meninggal, dan menuduh adminsitrasi dari transaksi longgar tarik palsu. Dan mengajukan tuntutan kepada  BPR CJP  atas beban hutang dan barang jaminan 1 SHM Tanah dan 1 SHM tanah dan bangunan milik alhm.debitur Wellem Dethan yang sebelumnya dijadikan barang jaminan atau royal pada BPR CJP.

 

“Jadi sederhananya, ibu itu sebagai ahli waris akui debitur atau suaminya terima uang pinjaman dari kami 450 juta, tapi tidak akui kalau ada transaksi longgar tarik dua dana terakhir karena tidak ikut tanda tangan slip dan kwitansi penarikan. Padahal memang dari awal kredit ia setuju yang tanda tangan suaminya saja. Kami sudah rugi karena pinjamkan uang kami, tapi ibu itu tidak mau mengembikan. Bahkan kami sudah beri kebijakan untuk kembalikan pokok uamg kami saja dan kami kembalikan sertifikat jaminan. Tapi ibu itu malah gugat kami dan minta penghapusan hutang dan barnag jaminan dikembalikan.” Tutur Chris kesal.

 

Ia juga sayangkan pemberitaan yang mengatakan ibu rt dibebankan hutang padahal sudah lunas. Padahal yang terjadi adalah debitur demgan sepengatahuan isteri taju ada hutang pada CJP. Dan ketentuan kredit  longgar tarik untuk memperlancar kredit dan membantu debitur dalam usahanya.

 

Chris juga sebut debitur alhm.Wellem Dethan sebagai debitur terbaik semasa hidupnya yang selalu membayar pinjaman dengan lancar sehingga pihaknya memberikan berbagai kemudahan dalam pengajuan kredit.

 

Direktur Kredit : Ricky Manafe menjelaskan secara singkat kredit longgar tarik yang diambil oleh debitur yaitu dengan menyetujui penandatangan oleh debitur dengan persetujuan isterinya.

 

Kedua adalah  penolakan asuransi oleh debitur dan isteri sejak awal perjanjian kredit, dan ahli waris (isteri sah -Mariantje Manafe) otomatis menjadi pewaris termasuk hutang debitur.

Sedangkan Kuasa Hukum 1  Samuel David Adoe menjelaskan tentang adanya 2 keputusan dari gugatan Mariantje Manafe pada gugatan 208/2019 yang menuntut penghapusan hutang dan pengembalian sertifitat.

 

“Dan Putusan Majelis Hakim  PN Kupang  paling  akhir pada putusan PN Kupang terhadap gugatan 208/Pdr.G/PN.Kpg yang menyatakan pelunasan atas suplesi kredit sebesar Rp.110.000.000 dan Rp. 200.000.000 tidak dapat dibebankan kepada Penggugat tertera dalam halaman 16 putusan nomor 208/pdt.G/PN.Kpg.” jelas Samuel.

 

Ia menyebut dalam putusan 208/2019 dimana dalam keputusan Majelis Hakim itu dia menolak dan tertulis “sehingga keputusan mengenai pembebanan  nilai pinjam hanya dapat dipertimbangkan dalam hal adanya  tuntutan tersendiri mengenai pembayaran sejumlah uang oleh debitur dan oleh karenanya patut ditolak. Dan ini ada dalam putusan. Kami berbicara punya dasar yaitu putusan oleh majelis hakim. Maka dari itu kami juga menyayangkan apa yang disampaikan penasihat hukum ibu Mariantje dalam hal menyampaikan kepada publik atau kepada teman-teman media harusnya punya dasar yang jelas sehingga dapat dipahami oleh publik dengan benar.” Ujarnya.

 

“Dalam putusan 208/2019 hakim hanya mengabulkan pengembalian sertifikat saja, bukan tentang penghapusan utang debitur  di BPR CJP ditolak. Dan mereka melanjutkan ke tingkat banding tetap ditolak, sehingga mereka naik ke tahap selanjutkan yaitu kasasi ke MA.” Ujar Samuel.

 

Dalam perjalanan dalam masa  kasasi itu, jelas Samuel, “kami mengatakan akan mencabut kasasi tersebut karena kami akan melihat keputusan majelis hakim untuk menggugat kembali. Karena itu kami menempuh jalur  gugatan sederhana (GS). Dalam GS putusannya N.O artinya tidak diterima,  karena MH berpendapat pembuktian GS  harus lewat jalur gugatan biasa atau perdata biasa,  sehingga  timbulkan gugagan no.49/2019 di PN Kupang diputus pada 2 September 2021. Hakim putuskan kabulkan gugatan kami sebagai penggugat. Dalam putusan ini hakim menyatakan bahwa mengabulkan gugatan penggugat dan menyatakan penggugat telah melakukan perbuatan melawan hukum terhadap penggugatd an dalam gugatan no.49 ini sudah jelas”.

 

Ia mengatakan bahwa masalah ini sebenarnya tidak perlu sebesar ini jika mempelajari struktur hukumnya seperti apa, pasti akan bisa menerima dengan baik juga.

 

“Karena sebenarnya ini sebuah permasalahan yang sebetulnya dibesar-besarkan. Karena itu kami minta kerja sama dari teman-teman media sehingga risalah yang sudah dibagikan itu ada putusan nomor 208 dan putusan tentang no 49 telah selesai. Dan hingga saat ini proses hukumnya ditingkat banding dari tergugat. Yang kita sudah pegang adalah pitusan no 49. Dan pengadilan tinggi sementara berproses.” jelasnya.

 

Pengacara Bildad Thonak menekankan bahwa keputusan Majelis Hakim PN Kupang sebenarnya sudah baku dan tidak ada multi tafsir.

 

“Secara baku, ahli waris harus menanggung segala hutang selama dia menrima warisan. Kita lihat pasal 833.” Ujarnya.

 

Bildad menanggapi ucapan pengacara ahli waris yang mengatakan gugatan CJP ditolak. Bildan menekankan agar semua pihak dapat memahani makna  bahasa-bahasa hukum yang akan sulit pahami, jika belajar sedikit-sedikit tentang hukum.

 

“Ditolak beda dengan tidak dapat diterima. Tidak dapat menerima atau cere atau tidak memberikan kemenangan kepada siapapun juga. Kalau ditolak artinya ada pihak yang kalah. Tapi dalam putusan GS kami menyatakan  gugatan ini perlu pembuktian sehingga diminta mengajukan gugatan biasa. Dan kami memempuh upaya hukum biasa. Kami juga  melihat sejauh mana proses kredit bahwa ada ahli waris yang harus menanggung hutang, subyek ada dua person dan re-person yaitu ahli waris dan Christa jaya. Ahli waris selama tidak menolak warisan maka dalam KUHPerdata no 833 harus menerima warisan dan hutang dan jika dia tidak menolak warisan maka dia tidak bisa menolak hutang”, Tandasnya.

 

Ia juga menyanyangkan statemen pihak pengacara ahli waris  yang mengatakan bahwa hakim mengambil keputusan yang bertolak belakang karena menolak tuntutan penghapusan hutang tapi menerima tuntutan pengembalian barang jaminan,

 

“Maka saya mau bilang putusan 208 hakim mengatakan  bahwa tuntutan pembayaran hutang debitur harus diajukan dalam gugatan tersendiri  untuk membuktikan apalah tergugat ahli waris tidak untuk juga wajib menanggung hutang. Dan ternyata dalam proses peradilan terbukti penggugat adalah ahli waris isteri sah dan tinggal bersama-sama  harus menanggung hutang debitur.” Jelas Bildad.

 

Menurutnya, dalam gugatan 208 ada dua gugatan besar yaitu pertama apakah penminjaman  hutang  debitur Wellem Dethan dengan jaminan dua SHM ini benar atau tidak.

 

Gugatan kedua adalah apakah warisan hutang ini harus ditanggung oleh penggugat Mariantje Manafe atau tidak.

 

“Faktanya bahwa  dua SHM yang dijadikan barang jaminan itu diwariskan ke penggugat tetapi hutang yang harus ditanggung oleh ahli waris dan dituntut dihapuskan hakim menolak. Maka hakim memmberikan petunjuk gugatan tersendiri untuk membuktikan apalah ahli waris pantas menerima baik warisan,  maka ia harus juga menerima warisan hutang  seperti tertuang dalam KUHPerdata no.833.” Jelas Bildad. (Ellena)

 

  • Bagikan