Dari Atas Bukit  Panmuti Pengunjung Bisa Nikmati Laut Timor

  • Bagikan
Gambar ini diambil dari atas bukit pantai panmuti Rabu (26/5/21)

OELAMASI, FLOBAMORA-SPOT.COM – Namanya Pantai Panmuti. Terletak di desa Noelbaki, Kecamatan Kupang tengah, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur.  Belum populer di telinga masyarakat baik Kota maupun Kabupaten Kupang. Tetapi di dunia maya  pantai Panmuti cukup dikenal. Buktinya banyak orang berbondong-bondong ke pantai ini pada hari Libur maupun hari Minggu.

 

Pada bagian Timur pantai ini ada sebuah bukit bertekstur tanah putih. Tingginya kira-kira 40 meter dari pemukaan laut.  Licin di kala hujan. Dari atas bukit ini pengunjung bisa menikmati pemandangan laut Timor yang membentang luas di depan.

Pendeta Melianus Taneo sedang sibuk di lapaknya Rabu (26/5/21)

Melianus Taneo salah satu kuliner di kompleks pantai Panmuti mengaku obyek wisata ini tidak pernah kosong setiap harinya. “Selalu ada pengunjung setiap hari. Saya pikir apa yang menjadi daya tarik di pantai ini. Ternyata Bukit itu. belum puas kalo belum sampai ke bukit Panmuti untuk berselfie”, ungkap pria yang belakangan diketahui seorang pendeta Gereja Pantekosta itu kepada Media ini Rabu, (26/5/21).

Apa yang unik dari bukit pantai Panmuti ? ternyata di sana ada dua pohon Kusambi yang tumbuh tergantung di samping bukit.

“Akar pohon agak tergantung seperti di atas air laut, sehingga ketika gambar diambil di atas akar pohon tersebut membutuhkan nyali yang kuat. Butuh keberanian kalo mau foto sambil duduk di atas akar pohon itu, karena jika gugup bisa jatuh ke bawah”, ucap dia.

Grivin dan kawan baru namanya William sedang menikmati pemandangan laut Timor. Diabadikan Rabu (26/5/21)

Menurut Taneo, bukit Panmuti harus diurus, karena belum lengkap kalau datang ke pantai ini tapi tidak sampai ke puncak Bukit.

“Kalo datang pada siang memang tidak mungkin sampai ke Puncak bukit karena ada muara yang jika air pasang  digenangi air cukup dalam (di atas pinggang orang dewasa), sehingga orang tidak bisa menyebrang ke bukit Panmuti, makanya orang lebih banyak memilih datang sore hari. Selain karena panas, juga agar bisa mendaki ke Bukit Panmuti untuk Selfie dengan latar belakang laut Timor karena muara sedang kering. Tiap hari jam 8 saya di sini. Hari minggu habis pelayanan sudah di sini jadi saya tau”, ucap dia.

Menurut dia, pemerintah harus buat jembatan penyebrangan ke sebelah untuk memenuhi keinginan Pengunjung pagi hari atau saat air pasang. “Panjangnya sekitar 4-5 Meter sehingga datang kapan saja bisa sampai ke puncak bukit Panmuti”, harap dia.

Pengunjung sedang bermain di Pantai Panmuti rabu (26/5/21)

Adakah Potensi lain di pantai Panmuti ? “Iya di sini bisa jadi pelabuhan ikan. Pemerintah harus tangkap. Tidak ada pasar ikan di Kabujpaten Kupang. Kita bawa uang ke kota (Kupang) untuk beli ikan. Perahu nelayan saja ada 17, belum lagi yang masih ada (perahu) dikerjakan di sebelah sana”, ujarnya sambil menunjuk ke arah Timur, samping RPH, tempat pembuatan perahu.

 

Pendeta asal TTS  itu mengakui, saat awal ia dan istrinya berjualan di sana bulan Juni 2020 lalu ia pernah disuguhi pemandangan lautan manusia yang belum pernah ia temui lagi. “saat itu awal – awal tempat wisata dibuka kembali, setelah Covid-19 melanda wilayah in”, kisahnya.

Wartawan media ini bersama putranya sedang selfie di atas bukit pantai panmuti Rabu (26/5/21)

Lantas bagaimana lingkungan sekitar pantai Panmuti kini pak Pendeta ? “saat ini cukup panas jika datang pagi sampai siang hari, banyak pohon tumbang dihantam (badai Siklon) Seroja”, kisahnya.

Ditanya mengenai perhatian pemerintah Desa Noelbaki kepada lokasi wisata itu, Suami Jeli Taneo itu mengatakan, belum ada perhatian serius dari Pemerintah setempat.

 

“Padahal sebenarnya tempat ini mendatangkan PAD desa, misalnya untuk foto di atas bukit bisa ditarik uang. Parkir bisa ditagih. Karena pantai ini tidak hanya unik dengan bukit Panmuti tapi pantainya juga. Pernah Pengunjung bilang ini sama dengan pantai di Bali. Kalo malam sambil ngopi orang bisa nikmati terang bulan. Makanya saya buat tempat duduk di pinggir itu tanpa lopo. Lalu tenda-tenda ini tidak ada yang koordinir. Masyarakat suka-suka mau buat di mana pilih sendiri”, pungkasnya. (Sintus)

 

  • Bagikan