Daftar Situs Budaya Kota Kupang Yang Masuk Dalam Sistem Registrasi Nasional Cagar Budaya. Sudahkah Anda Kunjungi ?

  • Bagikan
situs tugu Jepang Penfui

 

@Situs Tugu Jepang di Penfui

situs tugu Jepang Penfui

KUPANG, FLOBAMORA-SPOT.COM Situs Tugu Jepang di Kupang Dulunya Tempat Pembakaran Mayat

Sejumlah situs sejarah peninggalan kolonial Belanda dan Jepang di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur akan menjadi tujuan wisatawan.  Tidak hanya  pantai dan gunungnya, kota ini pun menyimpan tempat bersejarah yang patut untuk dikunjungi dan dipelajari.

Situs Tugu Jepang salah satunya. Terletak di daerah Penfui, tepatnya di Jalan Antonov Kelurahan Penfui, Kecamatan Maulafa, Kota Kupang. Tempat ini merupakan lokasi peninggalan perang yang letaknnya strategis di dalam wilayah kota. Jaraknya juga tidak lebih dari satu kilometer arah selatan Bandara Internasional El Tari Kupang.

Ada sebuah certita yang uni mengenai situ Tugu Jepang di Kupang. Salah satunya bahwa situs ini merupakansitus peninggalan bangsa Jepang saat perang dunia kedua melawan sekutu. Situs ini dibangun pada April 1943

Menurut penuturan sejarah, sebelum dibangun situs itu, areal tersebut merupakan  tempat pembakaran mayat tentara Jepang yang gugur di medan perang melawan tentara Sekutu. Situs tugu Jepang berbentuk persegi empat berundak-undak dengan 17 anak tangga. Undakan pertama paling bawah terdapat lima tangga, undakan kedua enam tangga dan undakan ketiga juga enam tangga.

Tugu bagian depan yang menghadap Selatan menampilkan dua marmer yang bertuliskan nama-nama tentara jepang yang jenazahnya dibakar di lokasi tersebut. Namun disayangkan, marmer itu hilang dicuri orang.

Pada tahun 1983, rombongan veteran Tentara Jepang mengunjungi Situs Tugu Jepang di Kupang  untuk melakukan ritual penyembahan dan penghormatan dengan membakar kemenyan dan disusun mengelilingi situs. Selain itu beredar pula cerita mistis dari warga bahwa ada yang pernah melihat tentara Jepang mendorog meriam. Selain itu ada juga yang melihat serdadu Jepang yang tengah merokok di sekitar tugu di malam hari.

Sumber Genpi.co.

%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%

@Gua Meriam

Gua Meriam kelurahan Nunhila

Warga Kelurahan Nunbaun Delha, Kecamatan Alak, Kota Kupang, meminta Pemerintah Kota Kupang segera menata kembali  tempata wisata yang ada di Nunbaun Delha yakni Gua Meriam. Pasalnya, tempat itu sudah banyak dikunjungi oleh wisatawan dari luar, namun tempat wisata ini terlihat kurang tertata.

Permintaan ini  disampaikan salah satu warga Kelurahan Nunbaun Delha (NBD) Jhoni Bire,  Kepada Walikota Kupang, Jonas Salean, saat walikota berkantor di Kelurahan NBD, Kamis (11/2/2016) kemarin.

Bire mengatakan, sesuai data kunjungan wisatawan ke lokasi wiasata tersebut, kebanyakan dikunjungi wisatawan manca negara, terutama dari  Negara Jepang dan Belanda  dalam jumlah yang cukub banyak. Untuk itu, butuh sentuhan dari Pemerintah Kota Kupang dalam menata tempat bersejarah ini sehingga semakin menarik wisatawan, baik lokal maupun manca negara.

“Sudah cukup banyak wisatawan dari kedua negara tersebut yang datang mengunjungi tempat itu, namun sayangnya tempat tersebut tidak tertata dengan baik. Padahal kalau ditata dengan baik,  mungkin banyak lagi wisatawan yang datang terutama dari Negara Belanda dan Jepang. Mungkin tempat punya nilai histori  tersendiri bagi wisman dari kedua negara itu sehingga banyak dari mereka yang berkunjung ketempat itu,” jelasnya.

Menanggapi permintaan dari warga, Walikota Kupang, Jonas Salean mengaku, untuk penataan situs-situs bersejarah seperti Gua Meriam di Kelurahan NBD, bukan wewenang dari Pemerintah Kota Kupang. Menurutnya, yang berwenang menata dan merenovasi dari tempat itu merupakan kewenangan dari Balai Pelestarian Cagar Budaya Indonesia di Provinsi Bali.

“Menata kawasan yang punya nilai sejarah bukan kewenangan dari Pemda setempat, tapi kewenangan dari Balai Pelestarian Cagar Budaya, dan untuk menata sejumlah peninggalan sejarah di Kota Kupang, pemerintah telah mengusulkannya ke Balai, dan pihak balai telah setuju untuk menata kembali dua tempat bersejarah dari sejumlah usulan yaitu, Gua Meriam di Kelurahan Kelapa Lima, dan di Kelurahan NBD. Sesuai jawaban dari Balai, penataanya baru dilakukan pada tahun 2017 mendatang, sesuai janji balai,” kata  Jonas.

Namun ,kata Jonas, penataan tempat tersebut dijanjikan jika ditata oleh  Balai Pelestarian Cagar Budaya kemungkinan di tahun 2017.Karena pemerintah tidak akan berdiam diri begitu saja. Segala sarana penunjang seperti infrastruktur jalan dan penerangan jalan, akan ditata kembali lagi oleh pemerintah Kota Kupang, sehingga akses menuju ke tempat tersebut jauh lebih bagus, dab para Wisman yang datang berkunjung merasa nyaman.(riflan hayon)

Sumber Seputar NTT.com.

%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%

 @Gua Jepang Liliba Panjangnya Sekitar 5 KM

Pdt mesakh Dethan dalam Gua Jepang Liliba. Gua peninggalan jepang ini sepanjang 5 Km

Pendeta Dr Mesakh A.P.Dethan, MTh, MA, berpose dalam gua peninggalan Jepang di Liliba, Kupang. Gambar diabadikan beberapa waktu lalu.

Pengelola gua peninggalan Jepang, Pendeta Mesakh A.P. Dethan, M.Th, MA, yang ditemui akhir Desember 2013, lalu menceritakan, gua peninggal Jepang itu sekitar 5 KM. jumlah kamarnya tak bisa terhitung.

“Sebagian kamar kami sudah lihat dan sebagian lorong gua kami sudah pasang dengan lampu untuk penerangan. Kami belum bisa masuk untuk memeriksanya semua karena kami takut jangan sampai masih ada peninggalan yang berhaya seperti bom bawah tanah dan lainnya. Kami tunggu sama-sama dengan Dirjen Pariwisata dan Dinas Tata Kota supaya sama- sama memeriksanaya. Mereka sudah setuju untuk membantu kami. Mungkin sumbanganya hampir Rp 1 miliar,” ungkap Mesakh yang mengaku tamatan doktor dari Jerman tersebut.

Mesakh Dethan yang juga sebagai dosen di Universitas Kristen Artha Wacana (UKAW) Kupang ini mengatakan, gua peninggalan Jepang itu merupakan harta karun dari gereja yang harus dikelola. Ia mengatakan,  sementara ini untuk masuk belum ada biaya atau karcis masuk.

“Kita tunggu kerja sama dengan Pemerintah Kota Kupang dan propinsi agar gua ini kita jadikan aset wisata rohani dan aset wisata sejarah. Sementara ini, kami ada buka cafe multiguna baik untuk tempat makan dan minum maupun tempat untuk berdoa. Kami juga membangun mimbar untuk gereja padang. Kami juga memasang pintu masuk dan ke luar gua,” jelasnya.

Ia mengatakan, pihaknya merencanakan untuk akan memasang poster pahlawan dan tokoh-tokoh proklamator kemerdekaan RI. Poster akan dipasang di lorong-lorong gua, agar menjadi media pembelajaran bagi anak-anak. “Ini juga untuk mendorong anak-anak pelajar agar mengenang para pejuang bangsa Indonesia pada zaman penjajahan Jepang. Ini dalam bentuk sebuah aset pariwisata sejarah,” jelasnya.

Untuk aset pariwisata rohani, ia mengatakan, sudah merencanakan untuk ruangan gua pertama, dipasang sejarah berdirinya Gereja Jemaat GMIT Efata dan tokoh-tokoh pendiri. Kamar kedua sejarah jemaat Klasis Kupang Tengah. Kamar ketiga sejarah untuk jemaat Sinode GMIT. Kamar keempat, Tujuh Perkataan Yesus di Kayu Salib dan kamar kelima akan dipasang dua buah loh batu dengan 10 Perintah Allah.

“Ini semua dengan tujuan bagi jamaat agar bisa belajar mendalami agama sambil berwisata. Rencananya di gua ini akan kita jadikan Taman Doa Getsemani, Jemaat Efata Liliba. Kita Juga merencanakan ke depanya gua ini akan dijadikan sebuah hotel yang akan dinamakan hotel Nipon On The Rock,” ungkap Mesakh yang istrinya adalah Ketua Majelis Jemaat Efata Liliba, Pendeta Dina Dethan M.Th. (rr)

Sumber : Pos Kupang
%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%

@Meriam Peninggalan Perang Dunia II di Kelurahan Kelapa Lima,

meriem-jepang-Kelapa Lima 1

Meriam Sisa Peninggalan Perang Dunia II ini pada saat diinventarisasi pada tahun 2010

Meriam Kelapa Lima 1

terdapat 2 (buah) yang memiliki jarak antara satu meriam dengan meriam lainnya berjarak kurang lebih 200 meter.

Meriam PD II memiliki panjang kurang lebih 7.78 meter. Menurut tutur masyarakat bahwa, dulu bibir pantai berada 100 meter dari meriam tersebut, dan saat ini tepi pantai telah berubah jauh dari saat ini.

Vandalisme tak terelakkan lagi karena kurangnya perhatian masyarakat sekitar akan keberadaan benda bersejarah ini. BPCB Bali telah melakukan Konservasi dan pemberian pelindungan berupa pemasangan pagar keliling,dan itupun baru satu meriam saja yang diberikan pemagaran sedangkan meriam lainnya akan dilakukan pengembalian posisi meriam yang saat ini dalam kondisi roboh, setelah itu dilakukan upaya pelindungan berupa pemberian pagar keliling untuk mengamankan obyek.

Meriem Kelapa Lima 2

Meriem Kelapa Lima 2

Di Kelapa Lima ada dua lokasi yang menyimpan Meriam Peninggalan PD II. Meriam yang sama ada di Kelurahan Nunhila Kota Kupang.

Sumber: kemdikbud.go.id

%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%

@Tugu Ham

Tugu_HAM_di_NTT

 

Tugu HAM Kupang Berdiri Sebelum Deklarasi PBB

Tugu HAMA di Kupang menyimpan sejarah panjang perjuangan (Liputan6.com / Ola Keda)

Tugu Hak Asasi Manusia (HAM) atau biasa disebut Tugu Pancasila di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan satu-satunya tugu HAM di Indonesia. Warga Kota Kupang biasa menyebutnya Tugu Selam karena terletak persis di ujung jembatan Selam, Kupang.

Tugu HAM atau Tugu Pancasila ini lebih dahulu didirikan sebelum The Universal Declaration of Human Rights diakui oleh PBB pada 1946. Deklarasi HAM PBB sendiri disahkan 10 Desember 1948.

Tugu HAM didirikan oleh pejuang kemerdekaan asal NTT, Max Rihi, yang berawal dari peristiwa pertempuran 10 November 1945 di Surabaya. Para pejuang dari Timor di bawah pimpinan Max Rihi ikut berjuang dan menyatakan diri sebagai bagian dari Indonesia.

Dalam pertempuran 10 November 1945 banyak pemuda Timor yang gugur dalam perang kemudian dimakamkan sebagai pahlawan yang tidak dikenal. Namun, sebagian yang selamat kembali ke Kupang, salah satunya yaitu, Max Rihi pada akhir 1945. Mereka mendapati pasukan sekutu masih berada dan menguasai Kupang yang bermarkas di Benteng Fort Concordia yang kini menjadi markas Batalion 743 TNI AD.

Max Rihi memulai pergerakan dan mengobarkan semangat revolusi untuk mengusir pasukan sekutu. Saat itu, sekutu menjadikan Kupang sebagai pangkalan untuk menahan agresi pasukan Jepang ke wilayah Pasifik. Hal ini, membuat pejuang Timor dibawah Komando Max Rihi berontak dan melakukan perlawanan.

Keinginan tersebut tidak didukung oleh semua pejuang Timor karena di satu sisi kedaulatan negara Indonesia harus ditegakkan. Namun di sisi lain keberadaan pasukan sekutu telah membantu masyarakat Timor (Kupang) dari penjajahan bangsa Jepang.

Untuk itu, diambil sebuah langkah damai dengan cara membangun Tugu HAM atau Four Freedoms sebagai simbol penolakan terhadap kolonialisme dan imperialisme. Pada bagian timur tugu tersebut dipasang prasasti yang bertuliskan Four Freedoms.

Poin-poinnya adalah Freedoms From Fear (bebas dari rasa takut), Freedoms From Want (bebas dari kekurangan), Freedoms of worship (bebas beribadat), Freedoms of speech (bebas berbicara). Sedangkan pada bagian barat sebuah prasasti berisi pernyataan Sumpah Pemuda tahun 1928, yaitu, 1). Satu Bangsa, 2). Satu Bahasa, 3). Satu Bendera, 4). Satu Tanah Air, 5). Satu Lagu Kebangsaan.

Salah satu teman seperjuangan Max Rihi yang kini masih hidup, Peter Apllonius Rohi, menuturkan, Four Freedoms atau lebih dikenal dengan slogan state of the union adress merupakan inti dari pidato Presiden Amerika Serikat, Franklin Delano Roosevelt pada 6 Januari 1941 dalam memerangi NAZI yang terus mencengkram Eropa.

“Tugu Four Freedoms saat itu menjadi spirit perjuangan bangsa-bangsa terjajah dari kolonialisme dan imperialisme dan sekaligus menjadi gagasan pengembangan hak asasi manusia pasca perang dunia kedua,” ujar Rohi yang juga wartawan senior itu kepada Liputan6.com beberapa waktu lalu.

Rohi menambahkan, pada 1949 setelah penyerahan kedaulatan, Max Rihi yang pada saat itu menjabat Kepala Pekerjaan Umum Daerah meliputi, Pulau Timor, Alor, Rote, Sabu dan Kisar melakukan renovasi terhadap tugu HAM dengan menambahkan lima lingkaran pada tugu tersebut.

Lima lingkaran itu bertuliskan lima Sila Pancasila dalam bentuk ejaan lama yaitu, Ke-Tuhanan Jang Maha Esa, Peri-Kamanusiaan, Kebangsaan, Kerakjatan dan Keadilan Sosial.

“Saya ingat setiap kali Bung Karno datang ke Kupang, beliau selalu meletakkan karangan bunga. Tiap tahun anak-anak sekolah berbaris ke Tugu itu dan para pemimpin meletakkan karangan bunga di situ,” kata Rohi.

Cagar Budaya Nasional

Tugu HAM Four Freedoms oleh pemerintah pusat telah dijadikan sebagai salah satu cagar budaya nasional. Namun, Tugu ini masih jauh dari perhatian pemerintah Kota Kupang.

“Jika sudah menjadi cagar budaya nasional seharusnya ada perhatian khusus dari Pemkot. Tetapi, faktanya setiap HUT RI 17 Agustus tidak pernah ada pejabat daerah yang melakukan upacara penghormatan atau meletakkan karangan bunga di tugu itu. Untuk merenovasi saja kami gunakan dana sendiri,” ujar Mambo Rihi, Lurah LLBK kepada Liputan6.com.

Lurah menambahkan, pada HUT RI ke-71, pihak Kelurahan LLBK bersama warga melakukan renovasi berupa perbaikan huruf-huruf pada tugu yang rapuh termakan usia.

“Atas inisiatif saya sebagai lurah telah melakukan renovasi sebelum HUT RI ke 71, karena tulisan pada tugu itu banyak yang sudah hilang,” kata Mambo.

Dia berharap agar Pemkot melalui dinas terkait memiliki perhatian khusus kepada kondisi Tugu HAM. Sebab tugu itu simbol perjuangan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam roh dan semangat pendirian tugu HAM.

Sumber: Liputan6.com, Kupang –

%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%

KOMPLEK MAKAM RAJA TAEBENU KUPANG

 

Makam Raja Taebenu

 

Letak dan Lingkungan

Wilayah Nusa Tenggara Timur topografinya secara umum sangat berbeda dengan topografi daerah Pulau Jawa atau pulau-pulau lainnya di Indonesia, karena hampir 70%  terdiri  dari wilayah perbukitan, pegunungan, dan dataran tinggi yang memiliki kemiringan lereng yang beraneka ragam, sedangkan wilayah datarannya sangat terbatas dan pada umumnya sangat sempit.

Wilayah Kota Kupang sebagian besar terdiri dari bukit-bukit dan gunung kapur dengan  luas wilayah 180,27 km, dengan wilayah tertinggi berada pada posisi 100 – 350 meter di atas permukaan laut dan wilayah terendah berada pada posisi 0 – 50 meter di atas permukaan laut. Kemiringan rata-rata wilayah Kota Kupang berkisar di angka 15%. Komposisi tanah di Kota Kupang tersdiri dari tanah keras dan tanah vulkanis yang tersusun dari pembentukan jenis mediteranan/recinal dan litosol. Kota Kupang sebagaimana daerah lainnya di Nusa Tenggara Timur dikenal memiliki dua musim, yaitu musim kemarau dan musim hujan. Bulan Juni sampai dengan bulan September arus angin berasal dari Australia dan tidak banyak mengandung uap air sehingga terjadi musim kemarau. Sebaliknya pada bulan Desember sampai dengan bulan Maret arus angin yang datang dari benua Asia dan samudra Pasifik banyak mengandung uap air sehingga terjadi musim hujan. Keadaan seperti ini berganti setiap setengah tahun setelah melewati masa peralihan bulan Mei sampai Juni dan bulan November sampai dengan Desember.

Kondisi lingkungan alam  Kota Kupang secara umum seperti diuraikan tersebut di atas berbanding lurus dengan kondisi lingkungan dimana Komplek Makam Raja Taebenu berada. Secara administratif  Komplek Makam Raja Taebenu berada di Kelurahan Manutapen, Kecamatan Alak, Kota Kupang, dan dilihat dari letak astronomis berada pada koordinat 51 L0563465 UTM 8875507, dengan ketinggian berkisar 86 meter di atas permukaan laut. Komplek Makam Raja Taebenu terletak di wilayah perbukitan yang cukup tinggi, dengan kondisi tanah berkapur. Untuk mencapai lokasi komplek makam ini cukup mudah karena sudah didukung insfratruktur jalan yang sudah beraspal, sehingga dapat dijangkau dengan mempergunakan segala jenis kendaraan bermotor.

Secara umum kondisi lingkungan di dalam Komplek Makam Raja Taebenu sudah tertata dengan baik, dilengkapi jalan-jalan setapak serta beberapa buah bangunan balai-balai (lopo) untuk pengunjung yang datang ke situs ini. Kondisi lingkungan Komplek Makam Raja Taebenu memeliki pemandangan yang cukup indah, dengan posisi yang berada di ketinggian membuat pengunjung yang datang dapat melihat secara bebas wilayah perkotaan Kota Kupang serta juga apabila kita mengarahkan pandangan ke arah utara kita akan dapat melihat keberadaan Kota Tua Kupang. Hal ini merupakan suatu nilai lebih dari keberadaan Komplek Makam Raja Taebenu yang kiranya dapat dikembangkan menjadi tujuan wisata budaya yang kiranya dapat memberikan keuntungan secara ekonomi bagi masyarakat di sekitar Komplek Makam Raja Taebenu.

Data Sejarah

Nama Kupang yang sesungguhnya berasal dari nama seorang raja, yaitu Nai Kopan atau Lai Kopan yang memerintah Kota Kupang sebelum datangnya bangsa Portugis di Nusa Tenggara Timur. Pada abad ke-15 daerah Nusa Tenggara Timur pada umumnya dan pulau Timor pada khususnya telah ramai dikunjungi oleh pedagang-pedagang dari wilayah Indonesia Barat dengan maksud untuk berdagang kayu cendana. Pada tahun 1436 Pulau Timor memiliki 12 bandar, namun tidak disebutkan nama kedua belas bandar tersebut. Dugaan ini didasrkan bahwa kota bandar tersebut terletak di pesisir pantai yang strategis, dan salah satu daerah tersebut terletak di sebelah barat Pulau Timor, diperkirakan daerah tersebut berada di sekitar Teluk Kupang. Daerah ini merupakan wilayah kekuasaan Raja Helong, dan yang menjadi raja pada saat itu adalah Raja Koen Lai Bissi. Pada abad ke-16 datang dua kekuasaan asing di Nusa tenggara Timur, yaitu Portugis dan Belanda. Pada tahun 1561 Portugis mulai merintis kekuasaannya di Nusa Tenggara Timur dengan pusat kegiatannya di Pulau Solor, dan membangun sebuah benteng perthanan yang dikenal dengan nama Benteng Lohayong. Dari Pulau Solor Bangsa Portugis mulai memperluas kekuasaannya ke seluruh wilayah Nusa Tenggara Timur.

Pada tahun 1613 VOC yang berkedudukan di Batavia mulai melakukan kegiatan perdagangan di wilayah Nusa Tenggara Timur dengan mengirimkan tiga buah kapal yang mendarat di Teluk Kupang. Kedatangan VOC di Kupang disambut dengan baik oleh penguasa di Kupang, yaitu Raja Helong. Kedatangan VOC di Kupang dibarengi dengan adanya penawaran tanah oleh Raja Helong untuk dijadikan sebagai markas VOC, namun tawaran tersebut belum mendapatkan tanggapan dari pihak VOC, karena mereka merasa belum memiliki kedudukan yang tetap di Pulau Timor.

Kedatangan VOC di Kupang disusul dengan mendaratnya oarang-orang Portugis pada tahun 1645. Bangsa Portugis ini juga mendapatkan penawaran yang sama dari Raja Helong. Berbeda halnya dengan VOC, penawaran Raja Helong terhadap Bangsa Portugis ini mendapatkan tanggapan yang baik, dengan mendirikan sebuah benteng kecil. Namun pada akhirnya benteng tersebut ditinggalkan karena terjadi perselisihan diantara mereka.

Akhirnya VOC menyadari akan pentingnya wilayah Nusa Tenggara Timur  untuk usaha perdagangannya. Berkenaan dengan hal tersebut pada tahun  1625 sampai dengan 1633 VOC berusaha merebut wilayah kekuasaan Portugis di Pulau Solor. Upaya VOC tersebut mendapatkan bantuan dari penduduk lokal Solor, usaha mereka berhasil merebut benteng Portugis yang terdapat di Pulau Solor. Setelah berhasil merebut benteng Portugis di Pulau Solor, pada tahun 1653 VOC melakukan pendaratan di Kupang dan berhasil merebut bekas benteng Portugis Fort Concordia yang terletak di muara sungai di Teluk Kupang. VOC berhasil menguasai Kupang dari tahun 1653 sampai dengan 1810. Untuk pengamanan wilayah Kupang VOC membentuk daerah penyangga di sekitar Teluk Kupang dengan banyak mendatang penduduk dari daerah Rote, Sabu dan  Solor. Untuk meningkatkan pengamanan Kota Kupang VOC pada 23 April 1886 menetapkan batas-batas kota yang ditetapkan dalam lembaran negara nomor 171 tahun 1886 dengan luas wilayah lebih dari 2 km.

Urain tersebut di atas adalah sejarah singkat Kupang secara umum, dan bila dikorelasikan dengan keberadaan Komplek Makam Raja Taebenu akan dapat ditarik suatu garis mengenai hubungan antara keberadaan Kupang dengan Raja-raja Taebenu. Dimana pada awalnya Suku Taebenu mendiami wilayah Mantasi dan Maumata yang masih merupakan wilayah Kupang. Suku Taebenu membentuk pemerintahan sendiri atas izin raja dan berdiri sebagai kerajaan kecil di bawah kekuasaan Kerajaan Helong. Awal keberadaan Suku Taebenu di Kupang berasal dari wilayah Mollo, yang kemudian mengungsi ke Lelogama dan Bioba sebelum akhirnya menetap di Kupang.

Perkembangan selanjutnya mengenai bentuk Kerajaan Taebenu berubah menjadi bentuk Kefetoran. Perubahan ini berawal dari kepentingan politik VOC yang ingin memasuki wilayah Kupang. Berakhirnya Kefetoran Taebenu disebabkan perubahan bentuk pemerintah di wilayah hukum Dawasti II dalam Daerah Tingkat I NTT, berdasarkan surat keputusan Gubernur NTT dan Kefetoran Taebenu dimasukan menjadi wilaya hukum Kecamatan Kupang Selatan. Keberadaan Komplek Makam Raja Taebenu adalah bukti keberadaan Kerajaan Taebenu. Kuburan utama di Komplek Makam Raja Taebenu berbentu persegi empat, dengan sistem penguburan yang dilaksanakan secara bergantian antara satu raja dengan raja berikutnya. Selain kuburan di Komplek Makam Raja Taebenu juga masih ada bekas-bekas struktur bangunan istana Raja Taebenu.

Pintu gerbang masuk kompleks Makam Raja Taebenu

Data Arkeologi

Komplek Makam Raja Taebenu merupakan tempat makam-makam Raja Taebenu yang memerintah Kerajaan Taebenu. Makam yang terdapat di Komplek Makam Raja Taebenu terdiri dari makam primer dan makam skunder, karena terdapat makam untuk menyimpan jenazah dan tempayan (wadah) untuk menyimpan tulang. Makam-makam yang terdapat di Komplek Makam Raja Taebenu memiliki ciri Belanda dengan latar belakang Agama Kristen. Selain makam raja di Komplek Makam Raja Taebenu juga terdapat makam-makam kerabat raja yang beragama Islam serta makam-makam untuk prajurit Kerajaan Taebenu. Adapun uraian tentang makam-makam yang terdaat di Komplek Makam Raja Taebenu adalah sebagai    berikut:

  • Makam Raja

Makam raja memiliki ukuran yang paling besar dari keseluruhan makam yang terdapat di Komplek Makam Raja Taebenu, dan merupakan makam dari 12 Raja Taebenu yang dijadikan satu. Makam ini berbentuk menyerupai keranda, lengkap dengan pintu masuk untuk pada sisi depannya. Pintu ini berfungsi untuk memasukkan jenazah dan juga untuk mengeluarkan tulang sebelum dimasukkan kedalam periuk (wadah). Makam Raja ini memiliki ornamen hias berupa bulatan bersusun tiga yang terletak pada sisi depan dan belakang.

Makam permaisuri Raja Taebenu
  • Makam Permaisuri Raja

Makam Permaisuri Raja  terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian dasar dan badan berbentuk segi empat  dengan motif hias garis-garis simetris berbentuk belah ketupat dan bagian atap makam berbentuk limas.

  • Makam Permaisuri Raja

Makam Permaisuri Raja ini mempunyai bentuk yang identik dengan Makam Permaisuri Raja yang lainnya, yaitu terdiri dari tiga bagian. Bagian dasar dan badan berbentuk segi empat  dengan motif hias garis-garis simetris berbentuk belah ketupat dan bagian atap makam berbentuk limas.

.Makam Kerabat Raja

Makam kerabat raja berbentuk memanjang setengah lingkaran dan tanpa hiasan. Makam kerabat raja ini berjumlah tiga buah.

Sumber : kemdikbud.go.id

%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%

Gereja Kota Kupang

Gereja Protestan Kota Kupang

Gereja Protestan Kota Kupang. Jemaat Kota Kupang adalah Jemaat tua dalam GMIT yang bertumbuh bersama dengan berdirinya Benteng VOC di Kupang. Embrio pelayanan dimulai tahun 1614. Ini berawal dari datangnya Pendeta Belanda bernama Ds. Matheos Van den Broeck yang dipindahkan Pemerintah VOC dari Saparua Ambon. Jemaat kecil yang bertumbuh dalam benteng inilah yang kemudian berkembang menjadi cikal bakal berdirinya Jemaat Kota Kupang.
Gereja ini didirikan pada tahun 1887 pada saat dipimpin Pendeta J.F. Niks. Pada jaman pendudukan Jepang digunakan sebagai gudang amunisi.
Pernah di renovasi pada tahun 1975, yaitu berupa penambahan bangunan dan penggantian atap sirap dengan seng, tetapi pada saat dipimpin pendeta JD Ale bentuknya dikembalikan sesuai kondisi awal.

Ada 5 periode perkembangannya yaitu
a. Periode Out Hollandshe Zending (1614 – 1819)
b. Periode Nederlandsche Zeandeling
Genootschaar (NZG : 1819 – 1860 )
c. Periode Indische Kerk hingga kedatangan Jepang ( 1860 – 1942 )
d. GKK pada masa pendudukan Jepang
(1942 – 1945 )
e. Pada zaman Kemerdekaan ( 1945 – sekarang )

Sumber : cagarbudaya.kemdikbud.go.id

 

 

 

 

  • Bagikan