Scroll Ke bawah untuk melanjutkan

Bangun Panti Untuk Membantu Mereka yang Kurang Beruntung

Pdt. AIPDA Yunus Laba Ketua Yayasan Generasi Pengubah ketika ditemui Wartawan Sabtu (25/9/21)

KUPANG, FLOBAMORA-SPOT.COM – Mungkin banyak orang belum mengenal Pendeta Aipda. Yunus Laba. sangat sederhana. Murah senyum. Pria asal pulau Alor berusia 30-an tahun ini sehari-hari bertugas di sat Bimas polda NTT. Ketika ditemui media ini, Yunus dengan lugas mengisahkan keinginannya buka panti. Menurut Yunus, dirinya berasal dari keluarga yang susah di masa kecilnya.

 

“Saya niat buka panti adalah karena mengingat latar belakang hidup saya yang juga dari orang susah. Setelah saya punya pekerjaan maka saya ingin buat sesuatu untuk anak-anak yang kurang beruntung seperti saya di masa lalu.  Saya kemudian berjuang menjadi anggota Polri. Dan puji Tuhan saya diterima di Polda NTT pada 2003. Dan menikah 2006.” Tutur Yunus.

 

Ia mengisahkan, setelah menikah dengan isterinya Marselina berasal dari SBD, sudah ada beberapa anak yang tinggal bersamanya di rumahnya yang saat ini  sudah menjadi panti asuhan.

 

“Sejak lulus polri saya sudah memiliki rumah dan saat menikah sudah ada 7 orang anak tinggal bersama saya. Mereka itu anak-anak penjual plastik di pasar dan pemulung yang saya temui dan saya minta mereka tinggal sama saya dan sekolahkan” Yunus berkisah.

 

Ikhwal ia memutuskan memelihara anak-anak terlantar tersebut adalah saat ia dan isteri ke pasar Inpres Naikoten 1 dan bertemu dengan salah satu anak yang saat ini sudah bekerja, untuk tinggal dengannya.

 

“Saya bilang mau tinggal dengan bapa dan sekolah? Saat itu dia putus sekolah di kelas 2 SMP.  Anaknya sangat rajin dan selalu bangun pagi bereskan semua urusan dalam rumah tangga baru ke sekolah. Saya biayai dia sampai lulus SMA dan bahkan kuliah, terus setelah dapat kerja dia memilih menikah. Semuanya saya urus. Memang saat kuliahkan dia saya masih tertatih-tatih karena belum ada panti. Tapi saat itu memang belum terpikir untuk bentuk badan hukum panti karena tidak mau orang melihat secara negative. Hanya untuk mencari uang”, Jelasnya.

Walau sejak 2017, saat makin banyak anak masuk ke panti belasan orang, ayah 4 anak ini  alami kesulitan besar secara keuangan dalam membiayai kehidupan di panti. Meski begitu Ia masih belum terpikir memhuat panti.

 

Ia memilih mengusahakan sendiri jalan keluar masalah keuangannya dengan menjadi chief security pada Lippo Plaza Kupang.

 

“Selama 3 tahun saya kerja di sana.  saya berhenti karena jam kerja yang terlalu sampai larut malam. Disana mereka banyak masalah pada jam 10 ke atas. Jadi saya pikir nanti tugas pokok sebagai polri terganggu saya berhenti. Lalu 2017 saya stop dari Lippo dan  saya dilamar jadi Chrief Security di Apple Three International School. Karena di sekolah jadi waktu tidak terlalu tersita. Saya kerja sampingan jadi chief security karena untuk topang biaya makan minum anak-anak asuh saya yang makin banyak sekitar 19 anak.

 

Setelah melihat peningkatan jumlah anak yang diasuh, dan biaya hidup makin tinggi, Yunus memutuskan melegalkan pantinya menjadi Panti Asuhan dengan nama “Generasi Pengubah”.

“itu atas saran teman-teman saya dan beberapa donatur yang selama ini membantu secara sukarela kebutuhan anak-anak tersebut. Sehingga 24 Pebruari 2017 terbentuklah badan hukum Panti Asuhan Generasi Pengubah”, kata dia.

 

“Saat masuk 2019 setelah badan hukum panti terbit, jumlah anak-anak makin meningkat menjadi 40an anak. 2020 sudah 60an dan saat ini ada 82 anak” Ungkapnya tersenyum.

 

Tapi Yunus punya prinsip mendirikan panti bukan  untuk kejar jumlah anak, karena ia memiliki target mulia, yakni setiap anak bukan hanya disekolahkan saja. Ia meyakini dipanggil Tuhan mengurus generasi penerus bangsa dan gereja yang harus dibimbing, dirawat dan dijaga. “Dengan mengutamakan pembinaan karakter serta rohani yang benar sesuai ajaran Alkitabiah, namun intelektual berkualitas”, ujarnya.

 

“Saya tidak kejar kwantitas tapi kualitas. Saya jujur anak-anak yang ada di tangan saya itu lebih saya arahkan ke sekolah swasta yang berkualitas. Bukan berarti sekolah negeri tidak berkualitas tapi jujur guru-guru kurang bertanggung jawab. Kita bisa bedakan siswa dari sekolah swasta jauh lebih berkualitas dibanding lulusan sekolah negeri”, pungkasnya. (Kristine)

  • Bagikan