MInggu, 6 Mei 2018
Laporan: Yasintus fahik |
![]() Lebao-flobamora-spot.com – Terletak di areal taman Biara Pusat Puteri-puteri Reinha Rosari (PRR), kapel itu berdiri megah dengan arsitektur yang sedikit lain dari kebanyakan kapel yang kita temui. Berukuran mungil, dinding warna putih dengan bagian depan menghadap gerbang masuk biara, memberi kesan yang berbeda kepada siapa saja yang dating berkunjung. Di dalam kapel ini ditakhtakan dua jasad orang suci, masing-masing Mgr. Gabriel Manek,SVD dan Suster Anfrida,SSpS. Keduanya selaku pendiri dan co-pendiri Kongregasi PRR yang berpusat di Larantuka. Jasad kedua pendiri Serikat PRR ini dibaringkan dalam peti khusus yang terbuat dari aluminium dan diletakan di sisi kiri-kanan altar kapel. Pada sebelah kiri altar diletakkan jasad Mgr.Gabriel Manek dan pada bagian kanan altar diletakan jasad Suster Anfrida. Meski sudah 17 tahun dikebumikan, namun ketika kubur itu dibongkar pada 10 April 2007 lalu, jasad Almarhum Mgr. Manek masih tetap utuh. Hal ini mengundang tanya dibenak siapa saja yang melihatnya. Setuju atau tidak, akal sehat harus menerima kenyataan ini. Tapi itulah fakta sebenarnya yang terjadi atas jasad Mgr. Manek, kelihatan masih utuh persis seperti 23 tahun silam saat dimasukan ke dalam peti. Tidak ada sedikitpun cacat, peti masih utuh, mitrapun tampaknya masih bersih diletakan disamping kepala dengan rambut yang masih tersisir rapi. Sebuah kain tenun motif Timor masih utuh membentang di kaki uskup sang peziarah itu. Pada hal, saat kematian, jasadnya tidak pernah diawetkan sama sekali. Di Kapel ini, setiap hari selalu saja ada umat yang datang berdoa. Di depan kedua jenazah, mereka khusuk dalam doa, menyampaikan berbagai pinta/ujud kepada Tuhan melalui perantaraan mereka. Sementara itu pada sisi kanan pintu masuk kapel, tersedia juga sebuah kotak kaca, dan formulir yang berisi ujud yang hendak disampaikan. Bagi umat yang ingin menyampaikan ujud tertentu, dapat menulisnya di formulir yang disediakan, dan memasukannya ke dalam kota kaca. Setelah itu, semua permohonan itu akan diambil oleh para suster PRR untuk disampaikan dalam doa-doa mereka. Masih di sisi kanan pintu masuk terpampang bahlio berukuran kecil yang berisi biodata almarhum Mgr. Gabriel Manek. Masih di sisi kanan masuk terdapat juga bahlio berukuran serupa yang berisi biodata singkat Suster Anfrida. Selain itu di depan kedua jasad ini tertata rapi deretan beberapa bangku yang sengaja disiapkan untuk umat yang datang berdoa di Kapel ini. Beberapa umat menuturkan kesaksian mereka tentang terkabulnya doa dan permohonan mereka ketika dating di kapel ini. Emanuel Soge, salah seorang umat Paroki San Juan, Keuskupan Larantuka menceriterakan bahwa salah seorang sahabatnya orang Batak (bermarga), yang bekerja pada Dinas Kesehatan Flores Timur, sembuh dari sakitnya ketika beberapa kali datang berdoa di tempat itu. Dari Amerika ke Indonesaia Hasilnya, tanggal 10 April 2007 kuburan itu mulai digali. Aneh bin ajaib, peti ditemukan sedang terapung di atas air di musim semi. Tindakan yang ditempuh ketika menyaksikan kondisi demikian, waktu penggalian diundur beberapa hari dan dipakai untuk berdoa, hingga 14 April peti diangkat, lalu dibuka. Ketika peti dibuka, ternyata jenazah masih utuh, kedua pipi sang uskup masih tampak kemerah-merahan, sebuah titik hitam tampak pada hidung. Pakaian pun masih utuh, mitra tampak sangat terawat berdempetan dengan kepala sang uskup dengan rambut tersisir rapi. Sang peziarah tampak sedang tidur dan menanti waktu untuk segera kembali ke Larantuka. Sebuah kain Timor, yang terletak di bagian kaki masih utuh, yang semuanya mengisyaratkan: cinta sang peziarah untuk kembali ke Indonesia. Pada tahun 1942–1946, Mgr.Manek pernah menjadi satu-satunya pastor untuk seluruh kawasan Flores Timur, termasuk pulau-pulau sekitar Adonara, Solor, Lembata, Alor dan Pantar. Kunci yang menjadi pokok perhatiannya adalah menyapa setiap umat secara personal, mengenal mereka; memperhatikan persoalan yang sedang dihadapi dan mencari upaya untuk meningkatkan kualitas iman umat. Di masa itu, Ia mengunjungi umatnya dengan naik perahu seperti peledang ke Lamalera dan Lembata, lalu tunggang kuda untuk sedapat mungkin bertemu dengan sekian banyak umat. Di sini, imam muda Gabriel Manek membaktikan seluruh hidupnya di tengah umat yang telah diberi Tuhan kepadanya. Hal yang sama terus ia lakukan ketika menjadi Uskup Larantuka. Ia dengan setia menyapa umatnya, mengunjungi dan melayani. Dia memang seorang gembala sejati, seorang pelayan gereja yang tangguh dan kontekstual. Ia memiliki visi jauh ke depan untuk membesarkan kehidupan gereja local. Salah satu yang terungkap ketika pada 15 Agustus 1958 ia mendirikan Tarekat Puteri Reinha Rosari (PRR). PRR dikemas dari persepsinya atas kehendak Tuhan untuk mendidik gadis-gadis pribumi menjadi pelayan Tuhan di kebun anggurNya.*) Sumber:Kabarindonesia.com / |
Berziarah ke Kapel Mgr.Gabriel Manek di Larantuka
